Video game adalah salah satu medium hiburan yang paling populer di dunia. Namun, beberapa orang merasa bahwa game-game saat ini telah menjadi membosankan, tidak seperti saat mereka masih kecil dulu.
Apakah ini karena kita telah dewasa dan tidak memiliki waktu luang yang banyak lagi, ataukah karena industri game sendiri yang gagal untuk berinovasi dalam dua dekade terakhir?
Salah satu keluhan yang sering diungkapkan adalah bahwa industri game telah terjebak dalam kebiasaan membuat judul baru untuk model-model yang sudah ada.
Misalnya, genre RPG (Role-Playing Game) telah menjadi sangat populer sejak awal tahun 2000-an, namun hampir tidak ada perubahan signifikan dari waktu ke waktu.
Ini bukan karena para developer game terlalu malas, melainkan lebih kepada keinginan penggemar yang ingin menikmati pengalaman yang sama dengan game-game RPG yang sudah ada.
Padahal, ketika kita membandingkan game RPG terbaru seperti Kingdom Come Deliverance (2018) dengan Oblivion (2008), kita akan melihat bahwa keduanya memiliki struktur yang sama: cerita yang menarik, dunia terbuka yang memberikan kebebasan pilihan, karakter yang beragam, dan sistem pertarungan yang menyenangkan.
Perbandingan ini mengingatkan kita pada industri film, di mana beberapa jenis film telah bertahan karena masih banyak orang yang menikmatinya.
Namun, perbedaan utama antara industri film dan industri game adalah bahwa di industri film, terdapat perubahan yang signifikan, baik di tepi maupun di tengah-tengah.
Ada sutradara yang berani menantang paradigma yang sudah ada, penulis yang mau mengangkat pertanyaan-pertanyaan yang tidak nyaman, dan studio yang mau membiayai proyek-proyek baru yang experimental.
Ini adalah seni. Seni membuat kita mempertanyakan asumsi-asumsi kita, mengangkat pertanyaan, dan memancing empati kita.
Namun, seni seringkali tidak muncul di tengah-tengah industri, karena harus menantang selera yang sudah ada.
Maka, tidak mengherankan jika para insider industri game yang paling tahu akan kelemahan-kelemahan di dalamnya mengatakan bahwa game-game saat ini membosankan karena tidak memberikan tantangan emosial atau intelektual yang signifikan.
Brie Code, seorang insider industri game yang pernah bekerja di sebuah studio besar, mengungkapkan dua hal dalam sebuah artikel pada tahun 2016.
Pertama, game-game saat ini tidak berubah karena dibuat oleh orang-orang yang sama seperti dua dekade yang lalu.
Kedua, jika industri game ingin menarik audiens baru dan tidak hanya memuaskan keinginan penggemar yang sudah ada, maka game harus lebih bernilai seni.
Faktanya, kebanyakan game mainstream saat ini membosankan karena tidak menawarkan banyak hal yang baru dan berbeda.
Video game sekarang terasa bosan dengan banyak game RPG terbaru karena mereka hanya menawarkan pengalaman yang sama dengan yang sudah ada selama satu dekade terakhir.
Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya perubahan di kalangan developer game, dimana mayoritas dari mereka adalah laki-laki yang lulus dari program studi ilmu komputer atau game design.
Tidak hanya kurang-nya peran developer wanita, tetapi juga suara-suara dari orang-orang yang memiliki latar belakang dan pengalaman di medium lain yang dapat menantang paradigma yang sudah ada di industri ini.
Game-game yang paling menyenangkan bagi penutur video di atas dalam beberapa tahun terakhir adalah game-game yang dibuat oleh studio-studio yang memiliki perspektif yang baru dan berbeda.
Misalnya, Disco Elysium, sebuah game RPG isometric yang dibuat oleh Za/Um, dipimpin oleh seorang novelis, sehingga terlihat jelas pengaruh tersebut di dalam game tersebut.
Disco Elysium mengambil pendekatan psikologis terhadap role-playing, dimana pemain tidak bisa memilih cara karakter mereka bertarung, tetapi justru bisa membentuk cara karakter mereka menyelesaikan masalah dan berinteraksi dengan orang lain.
Game ini juga memiliki fitur interaktif berupa arus kesadaran yang memungkinkan pemain untuk mengeksplorasi dan mengembangkan karakter utama hingga ke seluruh kedalaman emosi yang ada.
Hellblade: Senua’s Sacrifice, dari Ninja Theory, merupakan contoh lain dari game yang menawarkan pengalaman baru.
Meskipun tergolong dalam genre action-adventure linear, game ini memperlihatkan permasalahan mental dan trauma psikologis dengan sangat dekat.
Untuk membuat game ini, para developer sangat memperhatikan masukan dari orang-orang yang menderita gangguan mental dan trauma psikologis.
Hal ini menjadikan Hellblade: Senua’s Sacrifice sebagai game yang sangat berbeda dari game-game action-adventure pada umumnya, yang lebih fokus pada aksi dan kekerasan.
Kesimpulannya, industri game saat ini memang sedang mengalami masa-masa sulit. Meskipun teknologi dan mekanisme game semakin canggih dan rumit, namun terlalu sedikit game yang benar-benar menawarkan sesuatu yang baru dan berbeda.
Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya inovasi dan keragaman di kalangan para developer game. Untuk menyelamatkan industri ini dari kebosanan, diperlukan lebih banyak studio yang mau mencoba hal-hal baru dan memberikan suara kepada orang-orang yang beragam.
Dengan begitu, industri game akan kembali menjadi medium yang menyenangkan dan menantang bagi semua orang, tidak hanya untuk anak-anak dengan imajinasi yang liar dan waktu luang yang banyak.